Pemerintah Pusat dan Daerah Abaikan Hak Masyarakat Ulayat di Kabupaten Buru
MERAHPUTIH|MALUKU -Persoalan terkait sengketa tanah akhir-akhir ini semakin menemukan momentumnya terutama sengketa tanah adat. Dimulai dari sengketa tanah antarmasyarakat, masyarakat dengan pengusaha, dan masyarakat dengan pemerintah.
Penyerobotan tanah Ulayat Hak Adat yang dilakukan oleh PT Ormat Geothermal untuk eksplorasi dan eksploitasi Gas tanpa izin Tanah Ulayat dari suku Giwagit atau marga Behuku ini membuat petaka. Demo pun tak terelakkan. Masyarakat Adat tutur Deliana Behuku kepada harianmerahputih.id (11/6/2023)di Ambon menyebut, di dalam Tanah Adat Titar Pito terdapat peninggalan-peninggalan yang sakral sehingga Tanah Titar Pito ini dikeramatkan. Bukan hanya dari suku Giwagit melainkan juga semua suku adat atau suku pribumi yang ada di Pulau Buru, yang sering disebut Noro Pito-Noro Pa.
Aksi Demo penolakan yang dilakukan oleh pemilik hak Ulayat bukan hanya sekali ini saja melainkan sudah empat kali. Pemilik hak Ulayat melakukan aksi penolakan dimana aksi Jilid ke-I, pemilik hak Ulayat melakukan pemalangan jalan Utama PT Ormat Geothermal yang berlokasi di Desa Waepsalit. Namun tidak digubris oleh pihak-pihak yang berwenang dalam hal ini perusahaan, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Buru.
Kemudian aksi Jilid ke-II, pemilik hak Ulayat melakukan unjuk rasa ke Pemerintah Daerah Kabupaten Buru yaitu di depan kantor Bupati Buru, Gedung DPRD Kabupaten Buru, dan Kadis Lingkungan hidup. Berharap agar instansi-instansi diatas dapat melakukan mediasi antar pihak PT Ormat Geothermal dengan pemilik hak Ulayat untuk audiensi, namun menuai hasil yang sama dimana pemilik hak Ulayat hanya diberi janji-janji manis terkait dengan mediasi, dan audiensi dengan pihak perusahaan.
Aksi jilid ke-III, pemilik hak Ulayat bersama-sama dengan seluruh tokoh adat Soar Pito Soar Pa, Lembaga Adat Soar Pito-Soar Pa, LSM Parlemen Jalanan, dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Namlea melakukan unjuk rasa besar-besaran di dalam kota Namlea, Kabupaten Buru. Namun menuai hasil yang sama yaitu segala tuntutan dari para unjuk rasa tidak diindahkan alias tidak digubris.
Aksi Jilid ke-IV digelar di Pangkalan PT Ormat Geothermal Indonesian (Desa Waepsalit) pada 11 Mei 2023. Puluhan masyarakat adat besrta pemilik lahan adat mendatangi lokasi eksplorasi PT Ormat Geothermal untuk protes dengan melakukan Pemalangan di pintu utama PT. Ormat Geothermal Indonesia.
“Aksi Demo ini juga pernah dilakukan pada Kementerian ESDM di Jakarta, namun tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang ada,” tutur Deliana.
Sangat disayangkan ketika Pemilik Lahan hendak melakukan upacara adat/smake atau babeto kepada Leluhur sebelum pemasangan palang, tiba-tiba datang pihak marga Wael (orang-orang adat yang bekerja sama dengan perusahaan) langsung melerai upacara tersebut dengan mengeluarkan kalimat tidak sopam sehingga dari pihak pemilik lahan tidak terima, pasalnya mereka sementara melakukan upacara adat/smake(bahasa buru) mereka menganggap bahwa pihak yang pro perusahaan tidak menghargai pimpinan adat mereka.
“Adu mulut antarwarga adat tak terelakkan yang kemudian memicu terjadinya ricuh yang semakin memanas antarpemilik lahan dengan orang adat dari marga Wael (Warga yang Pro Perusahaan) imbuh,” Deliana.
Sampai dengan berita ini di-publish, masyarakat adat yang dipimpin oleh salah satu kepala suku marga Giwagit masih terus melakukan aksinya akibat ketidakpuasan mereka , terhadap penyerobotan tanah Ulayat TITARPITO oleh PT Ormat Geothermal pada kawasan Gunung Nona desa Wapasalit.
Informasi yang diterima harian MerahPutih.id dari sumber yang tidak ingin di-publish namanya mengatakan bahwa, diduga izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dari PT Ormat Geothermal belum ada , begitu juga Pihak perusahan sempat menawarkan akan memberikan 10% , namun tidak jelas 10% nya itu berasal dari mana.(boy)
harianmerahputih.id tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE