Desas-Desus Kembalinya Ujian Nasional dan Penghapusan Zonasi Setelah Pemecahan Kemendikbudristek

MERAHPUTIH I SURABAYA - Belakangan ini, media sosial ramai dengan isu terkait kemungkinan kembalinya Ujian Nasional (UN) serta penghapusan sistem zonasi. Desas-desus ini muncul seiring dengan pemecahan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadi tiga kementerian baru, yaitu Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset, serta Kementerian Kebudayaan. Masing-masing kementerian kini dipimpin oleh satu menteri dan dibantu oleh satu hingga dua wakil menteri.

Menanggapi isu ini, Dr. Achmad Hidayatullah, Ph.D., seorang pakar pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, memberikan pandangannya. Menurutnya, meskipun Ujian Nasional bertujuan mengevaluasi capaian belajar siswa secara nasional, penerapannya selama ini sering disalahgunakan sebagai penentu kelulusan siswa.

"Saya pikir ini persoalan besar ketika UN yang hanya berlangsung tiga hari dijadikan alat ukur kelulusan belajar siswa. Pemangku kebijakan mungkin beranggapan UN dapat memotivasi siswa belajar, namun kenyataannya justru sebaliknya. Banyak siswa mengalami stres, dan kecurangan dalam pelaksanaannya terjadi di mana-mana," jelas Dayat, yang merupakan alumnus Doctoral School of Education di University of Szeged.

Dayat mengingatkan, jangan sampai gagasan untuk mengembalikan UN menjadi langkah mundur dalam dunia pendidikan. Menurutnya, UN memiliki dampak negatif yang cukup serius terhadap karakter dan kesehatan mental baik bagi siswa maupun guru.

"Evaluasi pembelajaran tidak harus dilakukan melalui Ujian Nasional. Evaluasi dapat dilaksanakan di tingkat regional atau bahkan oleh satuan pendidikan masing-masing," imbuhnya.

Dayat juga berpendapat bahwa Assesmen Nasional (AN) yang ada saat ini justru lebih relevan untuk terus didukung, diperkuat, dan disempurnakan daripada mengembalikan UN. AN dianggap lebih mampu mencerminkan capaian pendidikan tanpa memberikan tekanan besar kepada siswa.

Lebih lanjut, Dayat menyampaikan sejumlah rekomendasi untuk pemerintah dalam memperbaiki sistem pendidikan. Pertama, ia menekankan pentingnya meningkatkan kualitas dan kesejahteraan pendidik tanpa memberikan beban administratif yang berlebihan, seperti yang sering dihadapi dalam platform Merdeka Mengajar (PMM). Menurutnya, beban administratif yang berat dapat mengalihkan fokus guru dari pembelajaran ke hal-hal administratif.

"Kita perlu menghindari kondisi di mana guru atau siswa hanya mengandalkan aplikasi dalam menjawab pertanyaan seputar capaian pembelajaran. Yang perlu ditekankan adalah karakter serta keterampilan berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikasi," tegasnya.

Terkait dengan sistem zonasi, Dayat menyampaikan bahwa tujuan utama zonasi, yaitu pemerataan kualitas pendidikan, merupakan konsep yang sangat baik. Sistem zonasi yang diterapkan di banyak negara maju terbukti efektif dalam pemerataan akses pendidikan bagi siswa.

"Di negara-negara maju, sistem zonasi diterapkan agar siswa dapat bersekolah di dekat tempat tinggalnya. Namun, implementasinya di Indonesia memang memiliki beberapa tantangan," ujar Dayat.

Ia menambahkan, tanpa zonasi, kesenjangan antara sekolah favorit dan non-favorit akan kembali muncul, seperti yang terjadi sebelum sistem ini diberlakukan. "Kita akan melihat ketimpangan yang semakin nyata," ungkapnya.

Dayat menyarankan agar zonasi tetap dipertahankan, tetapi dengan pengawasan dan komitmen yang kuat dari para pemangku kebijakan. Pengawasan yang ketat terhadap proses pendaftaran siswa sangat penting untuk menghindari manipulasi alamat. Selain itu, peningkatan fasilitas sekolah dan kualitas guru perlu mendapat perhatian serius agar pemerataan kualitas pendidikan benar-benar tercapai.

"Jangan sampai terjadi kecurangan dengan memanipulasi alamat. Pemerintah harus konsisten meningkatkan fasilitas sekolah dan memperkuat kualitas pendidik," pungkasnya.

Dengan segala pro dan kontra yang muncul, pemerintah kini dihadapkan pada tantangan besar dalam menentukan arah kebijakan pendidikan. (red)

harianmerahputih.id tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Berita Terkait
Back to Top