Pentingnya Pendidikan Seksualitas Sejak Dini, Orang Tua Harus Lebih Terbuka
MERAHPUTIH I SURABAYA - Pendidikan seksualitas sejak usia dini merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh setiap orang tua. Namun, stigma masyarakat dan hubungan yang kurang terbuka antara orang tua dan anak sering kali menjadi penghalang dalam memberikan edukasi yang tepat.
Waode Hamsia, dosen sekaligus pemerhati anak dari Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), menegaskan bahwa pendidikan seksualitas tidak boleh diabaikan. Orang tua harus mulai mengajarkan pengetahuan dasar, mulai dari anatomi tubuh hingga fungsi organ reproduksi, kepada anak-anak mereka.
"Orang tua harus memiliki kesadaran penuh untuk memberikan edukasi, sebab pengetahuan yang ditanamkan sejak dini akan membuat anak paham untuk mengenali tubuhnya sendiri, memahami fungsi organ reproduksi, hingga risiko berhubungan seksual," kata Waode pada Selasa (27/8/2024).
Waode juga menjelaskan bahwa hingga saat ini, Indonesia belum memiliki kurikulum khusus untuk pendidikan seks di sekolah. Di sisi lain, kasus kekerasan seksual terus meningkat, sementara hanya sedikit korban yang melapor. Oleh karena itu, peran orang tua dalam mengedukasi anak dengan cara yang positif, tanpa rasa tabu maupun ketakutan, menjadi sangat penting.
"Mengajarkan anak tentang seksualitas dan consent di lingkungan keluarga harus dilakukan dengan pendekatan yang netral gender. Konsep ini harus diajarkan kepada semua anak, baik laki-laki maupun perempuan," jelasnya lagi.
Waode memberikan panduan bagi orang tua untuk memulai pendidikan seks sesuai dengan usia anak. Untuk anak usia kurang dari tiga tahun, orang tua sebaiknya mengenalkan bagian-bagian tubuh termasuk penis dan vagina, tanpa menyamarkan dengan istilah lain. Penting juga untuk memberi tahu perbedaan jenis kelamin dan mengenalkan fungsi bagian tubuh mereka secara perlahan.
"Jika anak kurang dari 3 tahun, ajarkan tentang bagian-bagian tubuh mereka, termasuk penis dan vagina, tanpa menyamarkan dengan istilah lain. Beri tahu tentang perbedaan jenis kelamin pada anak dan kenalkan secara perlahan fungsi bagian tubuh mereka, misalnya dari mana keluarnya air seni," jelas Waode.
Untuk anak usia 3-4 tahun, orang tua bisa mulai mengkomunikasikan nama-nama bagian tubuh dan fungsinya. Penting juga untuk menanamkan pemahaman tentang batasan bagian tubuh yang boleh diperlihatkan dan tidak, serta siapa yang boleh dan tidak boleh menyentuh tubuhnya. Orang tua juga perlu membiasakan diri untuk meminta izin saat ingin menyentuh bagian tubuh anak.
"Ketika anak sudah berusia 6-9 tahun, ajarkan mereka cara menolak saat orang lain hendak menyentuh tubuhnya, mulai buka diskusi tentang perubahan bentuk tubuh dan pubertas. Jika anak sudah berada di usia 10-12 tahun, tanamkan bahwa pubertas bukan hal yang memalukan untuk dibahas, dan ajarkan pula untuk memahami batasan dan menghargai privasi orang lain," imbuhnya.
Di akhir keterangannya, Waode menegaskan bahwa ketika anak sudah memasuki usia 13-15 tahun, orang tua harus lebih terbuka dalam memberikan pemahaman tentang risiko berhubungan seksual, baik dari segi fisik maupun mental. Ini adalah bagian dari upaya untuk melindungi anak dari risiko yang lebih besar di masa depan. (red)
harianmerahputih.id tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE